Memaknai Angka Kemiskinan Kaltim - Berita - Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Timur

Dalam rangka mengidentifikasi kebutuhan data dan kepuasan layanan BPS, mohon partisipasi Saudara dalam Survei Kebutuhan Data 2024 dengan cara klik di sini

Bagi anda yang ingin mendapatkan layanan data dan konsultasi statistik secara langsung, silahkan datang ke Pelayanan Statistik Terpadu BPS Kabupaten Kutai Timur di Jl. AW. Sjahranie Teluk Lingga setiap hari kerja pukul 08.00-15.30 WITA. Pelayanan data dan konsultasi statistik yang kami berikan tidak dipungut biaya.

Terima kasih atas kunjungan anda ke website BPS Kabupaten Kutai Timur, semoga data yang kami sajikan dapat memenuhi kebutuhan anda

Memaknai Angka Kemiskinan Kaltim

Memaknai Angka Kemiskinan Kaltim

10 Oktober 2019 | Kegiatan Statistik


BPS baru saja merilis angka kemiskinan untuk kondisi Maret 2018. Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur secara persentase mengalami penurunan sebesar 0,05 persen, dari 6,08 persen pada September 2017 menjadi 6,03 persen pada Maret 2018, namun secara absolut jumlah penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Timur bertambah menjadi 218,90 ribu orang pada Maret 2018 yang pada September 2017 berjumlah 218,67 ribu orang.

            Kenaikan jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur disebabkan jumlah penduduk miskin di perdesaan mengalami kenaikan, baik secara absolut maupun secara persentase. Selama
periode September 2017 hingga Maret 2018 penduduk miskin di daerah perdesaan naik sebanyak 2,16 ribu orang atau secara persentase meningkat sebesar 0,09 persen dari 116,28 ribu orang pada September 2017 menjadi 118,44 ribu orang pada Maret 2018. Lain halnya di perdesaan, jumlah penduduk miskin di perkotaan turun sebanyak 1,94 ribu orang atau secara persentase turun 0,13 persen dari 102,39 ribu orang pada September 2017 menjadi 100,45 ribu orang pada Maret 2018.

 

Siapakah orang miskin itu?

Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur kemiskinan makro menggunakan pendekatan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan (basic need approach). Untuk menetapkan seseorang itu miskin atau tidak, digunakan nilai uang dari harga kalori 2.100 kilo kalori per orang per hari ditambah dengan kebutuhan paling dasar dari non makanan yang disebut dengan garis kemiskinan. Diatas nilai garis kemiskinan disebut tidak miskin dan dibawahnya disebut penduduk miskin.

Dengan menggunakan data konsumsi rumah tangga dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan BPS setiap tahun pada bulan Maret dan September diperolehlah nilai Garis Kemiskinan (GK) pada bulan Maret 2018 di Kalimantan Timur sebesar Rp 574.704,- per kapita per bulan. Nilai garis kemiskinan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai garis kemiskinan kondisi September 2017 yaitu Rp561.868,-. Dengan besaran nilai garis kemiskinan tersebut keluarga dengan jumlah anggota rumah tangga 4 orang terdiri dari bapak, ibu, satu anak usia sekolah, dan satu balita akan dikatakan miskin apabila memiliki pengeluaran sekitar Rp 2.300.000,- atau kurang dalam sebulan. Naiknya nilai garis gemiskinan pada periode Maret 2018 dibandingkan dengan September 2017 disebabkan inflasi sebesar 1,26 yang terjadi sejak bulan desember 2017 hingga maret 2018.

Garis kemiskinan antara perkotaan dan perdesaan juga berbeda. Garis kemiskinan untuk perkotaan di Provinsi Kalimantan Timur sebesar Rp576.265,-, sedikit lebih tinggi dibandingkan di perdesaan sebesar Rp570.012,-. Walaupun nilai garis kemiskinan perkotaan lebih tinggi, tetapi ketika melihat komponen pembentuk garis kemiskinan tersebut, pengeluaran penduduk miskin di desa untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan lebih tinggi, yaitu 75 persen dari total pengeluaran (Rp424.731,-), sisanya untuk non makanan. Sementara penduduk miskin di perkotaan menggunakan 68 persen dari pengeluarannya (Rp394.601,-) untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan sisanya untuk kebutuhan dasar non makanan. Berarti selama ini penduduk miskin di perdesaan harus membayar lebih mahal akan kebutuhan bahan pokok dibandingkan dengan penduduk miskin di perkotaan. Hal ini mengindikasikan masih terdapat margin perdagangan yang besar di perdesaan. Kemudian jika melihat lebih jauh pada komoditas makanan dan non makanan pembentuk garis kemiskinan di Kalimantan Timur pada bulan Maret 2018 antara daerah perkotaan dan perdesaan terdapat kemiripan pola. Komoditi makanan yang mempunyai andil terbesar di perkotaan dan perdesaan yaitu beras, rokok filter, dan telur ayam ras. Tiga komoditi non makanan penyumbang garis kemiskinan terbesar yaitu perumahan, listrik, dan bensin.

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk
miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan adalah gambaran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Adapun indeks keparahan kemiskinan memberikan gambaran  mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan pengentasan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Dalam Berita Resmi Statistik (BRS) yang dirilis oleh BPS Kalimantan Timur, pada bulan Maret 2018, indeks kedalaman kemiskinan untuk perkotaan hanya 0,656 sementara di daerah perdesaan mencapai 1,229. Ini berarti penduduk miskin di perdesaan Nilai indeks keparahan kemiskinan untuk perkotaan hanya 0,161 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,270. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih parah daripada daerah perkotaan.

            Berdasarkan publikasi BPS tahun 2016, penduduk miskin di Kalimantan Timur didominasi oleh orang yang tidak bekerja (46,32 persen), bekerja di sektor pertanian (23,38 persen), dan bekerja di sektor non pertanian (30,30 persen).

Peran Pemerintah

Data kemiskinan ini dapat dijadikan bahan untuk perencanaan dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan menjadi lebih baik lagi. Upaya pemerintah dalam mengurangi jumlah penduduk miskin cukup kuat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya program pembangunan untuk mengangkat mereka yang miskin menjadi tidak miskin seperti program Beras Sejahtera (Rastra), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), bantuan sosial tunai dan Dana Desa (DD).

Selama ini penurunan kemiskinan banyak ditopang oleh melonjaknya nilai bantuan sosial tunai, program beras sejahtera, dan bantuan pangan nontunai. Padahal, idealnya pengentasan penduduk miskin disokong oleh pertumbuhan ekonomi yang berpangkal pada peningkatan produktivitas dan nilai tambah. Nilai bantuan sosial tunai, program beras sejahtera, dan bantuan pangan non tunai hanya memengaruhi dalam jangka pendek dan hanya menjangkau penduduk yang berada di sekitar garis kemiskinan. Artinya apabila bantuan tersebut dihentikan, mereka bisa kembali menjadi miskin.

Lain halnya dengan program bantuan yang langsung dibagikan kepada penduduk miskin sebagaimana disebutkan diatas, Pemerintah juga telah mengganggarkan rupiah yang besar untuk program dana desa. Dana Desa (DD) untuk 841 kampung/desa yang tersebar di tujuh Kabupaten di Kalimantan Timur mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2015 Kalimantan Timur mendapatkan alokasi dana desa sebesar 240.5 miliar, pada tahun 2016 naik menjadi 540.7 miliar, pada tahun 2017 naik menjadi 692.42 miliar, dan terakhir pada tahun 2018 bertambah sebesar 38.5 miliar menjadi 730.92 miliar. Menurut UU Desa, dana desa digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur fisik (seperti jalan), sarana ekonomi (seperti pasar), sarana sosial (seperti klinik), serta untuk meningkatkan kemampuan berusaha masyarakat desa. Tujuan akhirnya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin, mengurangi kesenjangan kota-desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan.

Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah mengapa seiring meningkatnya dana desa setiap tahun justru kemiskinan di perdesaan juga meningkat? Apakah infrastruktur yang dibangun dengan dana desa telah memberi peluang bekerja bagi kelompok penduduk yang miskin dan rentan miskin untuk dapat terlibat atau justru peluang itu lebih banyak dinikmati mereka yang berada di lapisan atas garis kemiskinan? Dan apakah dana desa telah digunakan untuk mengembangkan sektor usaha produktif yang dapat menggerakkan ekonomi masyarakat desa? Strategi penggunaan dana desa harus lebih dioptimalkan sehingga efeknya dapat dirasakan oleh masyarakat desa. Pembangunan infrastruktur yang sedang berjalan diharapkan dapat menyerap tenaga kerja lokal sehingga tingkat pengangguran dapat ditekan. Selain itu dengan adanya infrastruktur yang memadai nantinya margin perdagangan yang tinggi di perdesaan dapat berkurang sehingga garis kemiskinan makanan perdesaan juga menurun. Idealnya, dana desa digunakan untuk mengembangkan usaha produktif dan industrialisasi di sektor padat karya dengan menggunakan bahan baku lokal. Sebab semakin banyak industri, selain pengangguran bisa turun, pendapatan rata-rata masyarakat perdesaan juga akan naik. Tentunya peranan masyarakat juga dibutuhkan untuk pengawasan penggunaan dana desa apakah telah tepat sasaran. (Rezaneri Noer Fitrianasari)

https://kaltim.prokal.co/read/news/337133-memaknai-angka-kemiskinan-kaltim.html

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat StatistikKabupaten Kutai TimurJl. AW. Sjahranie Telp (62-549) 23223

Faks (62-549) 24745

Mailbox : bps6404@bps.go.id

logo_footer

Tentang Kami

Manual

S&K

Daftar Tautan

Hak Cipta © 2023 Badan Pusat Statistik